Minggu, 22 Januari 2012

sekolahku di negeri dongeng

sebenernya kalo ngomong-ngomongin pendidikan di negeri kita ini bikin sesek doang, contohnya aja yang sangat dekat dan aku sendiri yang mengalaminya. dulu waktu SD di desaku hanya ada dua SD, SD 1 dan 2, kebetulan aku sekolah di SD N 1 kaliguwo yang terletak di dusun beran tempat tinggalku. jarak dari rumahku memang hanya 100 meter-an tetapi tidak untuk teman-temanku yang rumahnya di ujung desa, dusun setana sebuah dusun yang terletak tepat di perbatasan desa sekaligus kecamatan. untuk menuju ke sekolah mereka harus menempuh perjalanan sekitar lima kilometer dan medan yang dilewati pun tak mudah, jalan bebatuan menanjak dan turunan yang curam, lebih memprihatinkan lagi teman-teman dari dusun parakandawa dan subdusun gunungwatu mereka harus melewati jembatan gantung yang tinggi. untuk ukuran anak-anak usia kelas satu SD tentu itu merupakan sesuatu yang sangat berbahaya.

beranjak ke SMP aku juga harus berjuang keras untuk mencapai sekolah, aku harus menempuh perjalanan yang tak tanggung, kira-kira delapan kilometer ku tempuh untuk mengais mozaik dunia, ketika fajar baru saja bangun menyapa dunia begitu pula aku, bersiap dengan seragam putih-biruku menerobos kabut pagi yang dingin, entahlah mungkin karena semangat anak desa yang saking inginnya menempuh pendidikan, aku begitu beremangat. tak ada rasa malas  sedikitpun dalam benak. walau harus melewati medan yang sangat panjang dan penuh rintangan, tak ada gentar dalam dada. jika sekarang aku mengingat-ingat rasanya siapa yang mau si jalan kaki delapan kilometer melewati sungai tiga kali, sawah, hutan, dan jika musim hujan tiba, tak ada kompromi sama sekali mau tidak mau tetap harus berangkat sekolah. pagi, ibu selalu menyiapkan air hangat untukku mandi, beliau juga selalu menyiapkan sarapan agar aku kuat menempuh perjalanan yang tak dekat ini, beliau kembali mengingatkan apakah peralatan yang kubawa sudah tak ada yang tertinggal, beliau selalu memastikan aku berangkat dengan tak ada satupun barang yang tertinggal.
tentu saja jika hujan turun aku tak mengenakan sepatu ke sekolah, hanya memakai sangal jepit saja, sepatu masuk kantong plastik dan payung tergantunga diatas tubuh.

pernah pagi-pagi hujan sangat deras dan aku mulai khawatir dengan keadaan ini, bagaimana aku berangkat sekolah jika keadaannya seperti ini, tapi tak ada sedikitpun malas mampir ke benak, aku tetap berangkat dengan menjinjing sepatu, miris sekali...
hal yang paling menyenangkan adalah ketika hari pasaran "wage" karena ada kendaraan yang mengangkut dagangan para pedagang ke pasar, karena ibuku seorang pedagang aku selalu ikut naik kendaraan mobil bak terbuka bersama barang-barang dagangan. menyenangkan sekali rasanya karena hanya lima hari sekali aku dan kawan-kawan bisa naik kendaraan ke sekolah, turun di pasar tak pernah terlewat untukku mampir kedalam pasar walau hanya membeli karet jepang seribu rupiah.

pulang sekolah...
seringkali terik yang menemaniku, kadang juga rintik halus hingga deras yang menyapa... temanku adalah debu, sahabatku adalah angin, begitulah istilahnya. kami sering kali merasa kebingungan ketika ada jalan yang putus ataupun pohon yang tumbang di tengah jalan, tetapi inilah kami, pelajar desa yang mempunyai keinginan yang sangat kuat untuk menuntut ilmu...

itu hanyalah cerita lalu tentang perjalanan pendidikanku, tentu masih banyak hal yang belum bisa ku ceritakan, nanti akan kuceritakan kawan sekarang kembali ke topik awal...

tak berbeda denga cerita laluku, sekarangpun masih banyak sekali anak-anak yang menempuh perjalanan berbahaya, ini realita yang sangat dekat, kampung halaman bapak berada di perbatasan antara kecamatan kaliwiro dan wadaslintang, kisah anak-anak dusun ngasinan bahkan tak kalah miris dengan kisahku, mereka harus melewati sebuah sungai besar yang menjadi pembatas antara dua kecamatan, karena mereka bersekolah di SMP 6 Wadaslintang yang letaknya di desa kalidadap yang berada di kecamatan wadaslintang.


medan yang harus mereka lewati.. 
untuk mencapai sekolah hingga kini tak ada akses jembatan yang menghubungkan dua desa tersebut. jika hujan lebat dan terjadi banjir maka mereka tidak bisa masuk sekolah karena tidak ada jembatan untuk menyebrang. lihat mereka sederhana, bahkan memakai sepatu pun tidak. dan itu hanya untuk mengais pecahan mozaik dunia, betapa sangat berat perjuangan mereka. dan apa yang mereka dapatkan?? fasilitas yang tidak mendukung, sarana dan prasarana yang tidak memadai, semuanya serba kekurangan. tapi mereka bertahan, itu karena semangat menuntut ilmu mereka yang menggebu...
mereka menyebrang sungai besar

tanpa menggunakan alas kaki

melewati jalan berbatu

ini adalah PR untuk kita semua PR untuk memperbaiki bangsa yang semakin bobrok, lihat mereka.. tak malukah kita dengan mereka? kenapa kita yang memiliki fasilitas mendukung malah justru menyia-nyiakan kesempatan? malas, tak ada semangat untuk belajar.
mereka mau, mereka bisa, mereka melakukannya, karena semangat yang luarbiasa mengalir dari hati sehingga mereka ikhlas menjalaninya.
man jadda wajada

0 komentar:

Posting Komentar

 

Alamanda Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template