Minggu, 22 Januari 2012

#poem part 14

0 komentar
hanya langit lapang yang mengerti akan malam


bukan setengah rembulan yang redup tertelan mega 



bukan pula kartika yang terpencar menghias angkasa


karena langit merengkuh semua...


(dirimulah yang mengerti hatimu bukan orang lain) 
man jadda wajada

sekolahku di negeri dongeng

0 komentar
sebenernya kalo ngomong-ngomongin pendidikan di negeri kita ini bikin sesek doang, contohnya aja yang sangat dekat dan aku sendiri yang mengalaminya. dulu waktu SD di desaku hanya ada dua SD, SD 1 dan 2, kebetulan aku sekolah di SD N 1 kaliguwo yang terletak di dusun beran tempat tinggalku. jarak dari rumahku memang hanya 100 meter-an tetapi tidak untuk teman-temanku yang rumahnya di ujung desa, dusun setana sebuah dusun yang terletak tepat di perbatasan desa sekaligus kecamatan. untuk menuju ke sekolah mereka harus menempuh perjalanan sekitar lima kilometer dan medan yang dilewati pun tak mudah, jalan bebatuan menanjak dan turunan yang curam, lebih memprihatinkan lagi teman-teman dari dusun parakandawa dan subdusun gunungwatu mereka harus melewati jembatan gantung yang tinggi. untuk ukuran anak-anak usia kelas satu SD tentu itu merupakan sesuatu yang sangat berbahaya.

beranjak ke SMP aku juga harus berjuang keras untuk mencapai sekolah, aku harus menempuh perjalanan yang tak tanggung, kira-kira delapan kilometer ku tempuh untuk mengais mozaik dunia, ketika fajar baru saja bangun menyapa dunia begitu pula aku, bersiap dengan seragam putih-biruku menerobos kabut pagi yang dingin, entahlah mungkin karena semangat anak desa yang saking inginnya menempuh pendidikan, aku begitu beremangat. tak ada rasa malas  sedikitpun dalam benak. walau harus melewati medan yang sangat panjang dan penuh rintangan, tak ada gentar dalam dada. jika sekarang aku mengingat-ingat rasanya siapa yang mau si jalan kaki delapan kilometer melewati sungai tiga kali, sawah, hutan, dan jika musim hujan tiba, tak ada kompromi sama sekali mau tidak mau tetap harus berangkat sekolah. pagi, ibu selalu menyiapkan air hangat untukku mandi, beliau juga selalu menyiapkan sarapan agar aku kuat menempuh perjalanan yang tak dekat ini, beliau kembali mengingatkan apakah peralatan yang kubawa sudah tak ada yang tertinggal, beliau selalu memastikan aku berangkat dengan tak ada satupun barang yang tertinggal.
tentu saja jika hujan turun aku tak mengenakan sepatu ke sekolah, hanya memakai sangal jepit saja, sepatu masuk kantong plastik dan payung tergantunga diatas tubuh.

pernah pagi-pagi hujan sangat deras dan aku mulai khawatir dengan keadaan ini, bagaimana aku berangkat sekolah jika keadaannya seperti ini, tapi tak ada sedikitpun malas mampir ke benak, aku tetap berangkat dengan menjinjing sepatu, miris sekali...
hal yang paling menyenangkan adalah ketika hari pasaran "wage" karena ada kendaraan yang mengangkut dagangan para pedagang ke pasar, karena ibuku seorang pedagang aku selalu ikut naik kendaraan mobil bak terbuka bersama barang-barang dagangan. menyenangkan sekali rasanya karena hanya lima hari sekali aku dan kawan-kawan bisa naik kendaraan ke sekolah, turun di pasar tak pernah terlewat untukku mampir kedalam pasar walau hanya membeli karet jepang seribu rupiah.

pulang sekolah...
seringkali terik yang menemaniku, kadang juga rintik halus hingga deras yang menyapa... temanku adalah debu, sahabatku adalah angin, begitulah istilahnya. kami sering kali merasa kebingungan ketika ada jalan yang putus ataupun pohon yang tumbang di tengah jalan, tetapi inilah kami, pelajar desa yang mempunyai keinginan yang sangat kuat untuk menuntut ilmu...

itu hanyalah cerita lalu tentang perjalanan pendidikanku, tentu masih banyak hal yang belum bisa ku ceritakan, nanti akan kuceritakan kawan sekarang kembali ke topik awal...

tak berbeda denga cerita laluku, sekarangpun masih banyak sekali anak-anak yang menempuh perjalanan berbahaya, ini realita yang sangat dekat, kampung halaman bapak berada di perbatasan antara kecamatan kaliwiro dan wadaslintang, kisah anak-anak dusun ngasinan bahkan tak kalah miris dengan kisahku, mereka harus melewati sebuah sungai besar yang menjadi pembatas antara dua kecamatan, karena mereka bersekolah di SMP 6 Wadaslintang yang letaknya di desa kalidadap yang berada di kecamatan wadaslintang.


medan yang harus mereka lewati.. 
untuk mencapai sekolah hingga kini tak ada akses jembatan yang menghubungkan dua desa tersebut. jika hujan lebat dan terjadi banjir maka mereka tidak bisa masuk sekolah karena tidak ada jembatan untuk menyebrang. lihat mereka sederhana, bahkan memakai sepatu pun tidak. dan itu hanya untuk mengais pecahan mozaik dunia, betapa sangat berat perjuangan mereka. dan apa yang mereka dapatkan?? fasilitas yang tidak mendukung, sarana dan prasarana yang tidak memadai, semuanya serba kekurangan. tapi mereka bertahan, itu karena semangat menuntut ilmu mereka yang menggebu...
mereka menyebrang sungai besar

tanpa menggunakan alas kaki

melewati jalan berbatu

ini adalah PR untuk kita semua PR untuk memperbaiki bangsa yang semakin bobrok, lihat mereka.. tak malukah kita dengan mereka? kenapa kita yang memiliki fasilitas mendukung malah justru menyia-nyiakan kesempatan? malas, tak ada semangat untuk belajar.
mereka mau, mereka bisa, mereka melakukannya, karena semangat yang luarbiasa mengalir dari hati sehingga mereka ikhlas menjalaninya.
man jadda wajada

Sabtu, 21 Januari 2012

HUJAN

0 komentar
            Hujan, langit masih menyisakan titik-titik kecil pada tanah,   mengusik sudut sunyi di ujung teras kelabu, aku terpaku melihat kristal kecil bagai kapas berjatuhan, indah…
            Hal yang membuatku menyukai titik mungil itu adalah aku bisa merasakan aroma bayu yang berbeda, aroma kedamaian, aroma ketenangan. Aku bisa mendengar suara lembut yang teduh, aku bisa merasakan jatuhnya daun bambu di dekat lampu di tepi jalan.
            Menunggu, sesuatu yang indah di tengah hujan, mengapa hujan begitu sitmewa dalam benakku, karena hujanlah yang mengantarku ke tempat ini, tempat damai yang sangat mengagumkan. Anganku melayang besama dedaunan yang limbung tertiup bayu, tertuju pada dinding dimensi waktu yang berputar perlahan. Terdengar langkah terseok dari sampingku yang membuatku memalingkan muka, aku tersenyum miris melihat mata sendu itu, seolah ingin berkata bahwa ada selaksa kesedihan yang tergantung.
            Teringat lima tahun yang lalu ketika masih tersimpan keceeriaan ditempat ini, masih membuncah tawa sederhana, dan masih dikukgkung kedamaian. Tapi sekarang tak lagi, semuanya berubah dalam sekejap, tawa itu lenyap, mata teduh itu redup, dan bayangan hitam muncul.
            “kak, besok kita harus segera membawa anak-anak keluar dari sini” katanya lemas.
            Aku hanya diam, mataku beralih pada rintik yang jatuh pada dedaunan, aku tak tahu harus menjawab apa lagi, sungguh aku takkan tega jika melihat raut tak berdosa itu meninggalkan tempat ini, tempat yang lima tahun yang lalu kita perjuangkan bersama-sama. Kemana lagi aku harus membawa anak-anak ini, walaupun hanya 25 anak tapi ini terlalu berat, aku sudah berusaha menghubungi bunda nina tapi dia juga tidak bisa membantu banyak.
            “kita semua akan tetap di sini ki, kakak akan memperjuangan tempat tinggal kita”
            “bagaimana caranya?” tanyanya
            Aku menatapnya dalam dan menepuk pundak datarnya, kupaksakan bibirku tersenyum getir, apapun yang terjadi aku harus mempertahankan tempat ini, tempat yang menjadi penyembuh luka dalamku, tempat dimana aku banyak belajar, tempat yang indah…
***

i love my new glasses

0 komentar
my new black-white glasses

karena kacamataku patah kena duduk waktu kecapean pulang kuliah, dan ketika berangkat kuliah bareng oren ga pake kacamata aku terus menerus kelilipan so aku beli lagi deh dan pilihanku jatuh pada yang satu ini..... kacamata full frame dengan gagang warna putih...


like it so much..

Jumat, 13 Januari 2012

sepatu usang

0 komentar
Kamu tahu sepatu usang itu?
Kumal, robek, tak berguna
Kamu tahu kenapa dia begitu?
Apa?
Karena dia terus berpijak
Pada aspal, tanah, batu, dan lumpur
Pada terik dan hujan
Terseok pada dinding hidup
Mengais mozaik dunia yang berserak
Meratap, memungut, mencuri
Mengambil, menjinjing, membalik
Apa yang dia lakukan?
Dia hanyalah berjuang...
Mencari jati diri lewat lembaran nurani
Demi senyum, demi bahagia, demi cinta...

Pesan dari kaum Adam yang belum halal bagi kaum Hawa

0 komentar
Duhai kamu yang tercipta dari tulang rusukku….
Di belahan Bumi manapun kamu berada…
Bagiku kau bunga, tak mampu aku samakanmu dengan bunga terindah sekalipun…

Bagiku manusia adalah makhluk yang terindah, tersempurna, dan tertinggi…..
Bagiku dirimu salah satu dari semua itu, karenanya kau tak membutuhkan persamaan.

Jangan pernah biarkan aku menatapmu penuh, karena akan membuatku mengingatmu. Berarti memenuhi kepalaku dengan inginkanmu. Berimbas pada tersusunnya gambarmu dalam tiap dinding khayalku. Membuatku inginkanmu sepenuh hati, seluruh jiwa, sesemangat mentari…

Kasihanilah dirimu jika harus hadir dalam khayalku yang masih penuh Lumpur. Karena sesungguhnya dirimu terlalu suci…

Berdua menghabiskan waktu denganmu bagaikan mimpi tak berujung….Ada ingin tapi tak ada henti….Menyentuhmu merupakan ingin diri, berkelebat selalu, meski ujung penutupmu pun tak berani kusentuh…Jangan pernah kalah dengan mimpi dan inginku karena sucimu kau pertaruhkan.

Mungkin kau tak peduli, tapi kau hanya menjadi wanita biasa di hadapanku bila kau kalah. Dan tak lebih dari wanita biasa. Jangan pernah kau tatapku penuh. Bahkan tak perlu kau lirikkan matamu untuk melihatku. Bukan karena aku terlalu indah, tapi karena aku seorang yang masih kotor…

Aku biasa memakai topeng keindahan pada wajah burukku…., mengenakan pakaian sutra emas….Meniru laku para ustadz…, meski hatiku lebih kotor dari lumpur….Kau memang suci, tapi masih sangat mungkin kau termanipulasi….


Karena toh kau hanya manusia – hanya wanita -.Beri sepenuh diri pada sang lelaki suci yang dengan sepenuh hati membawamu ke hadapan Tuhanmu….Untuknya dirimu ada, itu kata otakku, terukir dalam kitab suci…, tak perlu dipikir lagi….

Tunggu sang lelaki itu menjemputmu…, dalam rangkaian khitbah dan akad yang indah….Atau kejar sang lelaki suci itu, karena itu adalah hakmu, seperti dicontohkan ibunda Khadijah…Jangan ada ragu, jangan ada malu, semua terukir dalam kitab suci.

Bariskan harapanmu pada istikharah sepenuh hati ikhlas…Relakan Allah pilihkan lelaki suci untukmu…., mungkin sekarang atau nanti, bahkan mungkin tak ada sampai kau mati . . .

Mungkin itu berarti dirimu terlalu suci untuk semua lelaki di dunia fana saat ini. Mungkin lelaki suci itu menanti di istana kekalmu, yang kau bangun dengan segala kekhusyu’an tangis do’amu….Pilihan Allah tak selalu seindah inginmu.., tapi itu pilihan-Nya.

Tak ada yang lebih baik dari pilihan Allah. Mungkin kebaikan itu bukan pada lelaki yang terpilih itu, melainkan pada jalan yang kau pilih, seperti kisah seorang wanita suci di masa lalu yang meminta ke-Islam-an sebagai mahar pernikahannya.

Atau mungkin kebaikan itu terletak pada keikhlasanmu menerima keputusan Sang Kekasih Tertinggi. Kekasih tempat kita memberi semua cinta dan menerima cinta dalam setiap denyut nadi kita.

sumber : Facebook

Minggu, 08 Januari 2012

#poem part 14

0 komentar
Sisa gerimis masih berbekas
Meninggalkan bercak bening pada tanah
Samar kulihat rembulan di balik tirai alam
Cahayanya redup keemasan
Jangan, jangan kau ambil redup itu
Biarkan ia menggantung dengan senyum pasi
Jangan, jangan kau renggut redup itu
Karena ia saksi bisu
Biar, biarkan ia disana
Menatap sendu pada dunia
biar, biarkan ia tetap disana
Walau darah mengalir hingga dada

-man jadda wajada-

Sabtu, 07 Januari 2012

dengarlah... maka kau akan mengerti...

2 komentar
aku tertunduk malu ketika kau memaksaku untuk merasakan getaran ini, getaran yang tak biasa mungkin....
akhi, aku takut akan rasa yang tak wajar ini, aku risau akan rasa yang belum berhak kurasa, tetapi ini nyata, ini real, dan terjadi. aku merasa damai ketika aku melihat siluet santunmu, aku merasa melihat sosok pemimpin yang baik, pemipin yang mampu membimbingku...
mungkin benar, aku masih terlalu cepat untuk merasakan hal ini, ini terlalu tergesa-gesa.. tapi ini nyata.
itulah yang membuatku takut ketika semua ini hadir....
akhi aku tahu kau sangat taat pada Rabb-mu, aku tahu kau takut akan siksa Rabb-mu, dan aku tahu kau adalah ikhwan yang sangat baik, kau selalu menjaga pandanganmu terhadapku, merendahkan suaramu, dan selalu menghormati aku sebagai seorang akhwat...
tetapi tahukah kamu? rasa ini menyiksa, ketika aku harus menyerahkan semua pada Rabb, ketika aku harus melepaskan semuanya... aku masih berorientasi pada hatiku, bukan akalku, aku masih bergantung pada perasaanku... aku sangat menghargai ketegasanmu untuk menjaga jarak denganku, bahkan aku sangat berterimakasih ketika secara tidak langsung kamu mengajariku bagaimana cara berinteraksi antar lawan jenis yang benar...
tolong akhi, aku mengagumimu sebagai mahluk yang taat akan Rabb-mu
akhi, aku tahu tidak hanya aku yang merasa seperti ini ketika melihat sosok sepertimu
bahkan mungkin setiap akhwat yang melihatmu, sekilas dia merasakan hal yang sama sepertiku
atau bahkan lebih...
kau tahu akhi, ketawadhu'anmu, kesederhanaanmu, dan kewibawaanmulah yang membuat semua seperti ini...
kadang memang terasa sakit, tapi biarlah...
izinkan aku menjaga rasa suci ini hingga akhir nanti
jika tak kutemui jawab akan rasa ini kini
biarlah Allah yang akan menjawabnya nanti
jika tak kutemui titik temu akan rasa ini
biarlah Allah yang akan mempertemukannya
dan jika tak bisa ku sampaikan akan rasaku ini
maka....
biarlah Allah yang akan menyampaikannya nanti...
aku bukan orang yang baik...
insyaAllah kamu akan menemui seorang akhwat yang jauh lebih baik
yang sepadan denganmu...
meski bukan diriku.
risau ini hadir dari resah yang tak kunjung menepi, semuanya berkmpul dan memuncak, aku hanya bisa memohon pada Rabb, jika memang rasa ini jistru membawa kebrukan dalam hidupku maka hilangkanlah, jangan berikan rasa yang akan melupakanku pada cinta yang hakiki. yaitu cinta untuk-Mu.

wahai akhi, kau tahu bahwa ketika kau memberi setitik simpati semua terasa berbeda, bahkan laba-laba yang menggantung dengan jaring putihnya pun menjadi istimewa, mereka mampu berubah menjadi rangkaian bunga... aku mohon akhi jangan berikan setitik itu, jangan.... aku takut aku akan kecewa, jangan berikan kepadaku harapan kosong, kami sangat mengerti bahwa maksudmu bukan kesitu

kau mempunyai maksud datar yang biasa saja, bukankah iya??

tetapi aku terlalu tergesa-gesa mengartikan semua itu perhatian lebih darimu...
maafkan aku merusak rasa suci ini...
maafkan aku yang terlalu percaya diri
terimakasih untuk semuanya...
-end-
NB: tulisan ini hanya cekeran ayam yang membuatku terus belajar tentang warna warni hidup di dunia ini, dan ini merupakan isi hati sebagian besar seorang akhwat....
man jadda wajada :)
-allamanda-

Minggu, 01 Januari 2012

Menari Bersama Angin

0 komentar
tulisan jaman SMA
Wonosobo, 03 mei 2010
            Terdengar suara adzan menderu seantero kampung membangunkanku dari pelabuhan mimpi, meraba mencoba menemukan handphone hitamku, kuraih dan kulihat jam digital didalamnya.
            “setengah lima” ucapku lirih
            Aku bangkit dari kasur busa yang terbungkus sprei ungu bercorak bunga daisy warna warni. Lalu begegas turun ke bawah menyapa air wudhu, ratri masih menelan mentari, gelap dan pekat.
            Selesai sholat aku siapkan peralatan yang sekiranya diperlukan untuk acara nanti pagi, kuraih lagi handphone hitamku jam digital menunjuk jam 05.00, kuraih handuk hitam dan menuju kamar mandi, sepuluh menitan aku sudah selesai mandi dan segera bersolek seadanya. Lalu aku bergegas turun kebawah, minggu pagi rewang1 libur jadi bulik2 sudah sibuk di dapur, sedang om kulihat baru saja beranjak dari tidurnya, sedang kedua sepupuku sudah nongkrong di depan televisi.
            “pagi bener mb?”
            “iya bulek kumpulnya jam 6, jadi berangkatnya pagi biar nggak telat” jawabku
            “ya sudah nanti biar om yang anter, sekarang sarapan dulu”
            Kuraih piring yang sudah ada di meja. Selesai makan om sudah siap dengan sepeda motornya. Setelah berpamitan aku berangkat menembus udara pagi nan segar, ratri mulai mengalah dan melepaskan mentari, walaupun mega cumolonimbus menghalanginya menyapa dunia.
            Di seperempat jalan tiba-tiba motor berhenti.
            “ada apa om?” tanyaku
            “waduh mogok ni mbak ari, sebentar-sebentar”
            Entahlah aku sedikit was-was , setelah beberapa kali me-restart mesin akhirnya bisa nyala juga (horreee). Setelah melanjutkan perjalanan tiba-tiba om mau belok ke SMA 1. Eh ternyata tahumya kumpulnya di SMA 1, bukan di jami’, pantesan tadi nggak disuruh pake helm, lalu om memilih lewat jalan pintas, lewat perkampungan campursari, terus ke tosarirejo, melewati jalan setapak belakang SMA Muhammadiyyah, dan meluncur ke jami’.
¸¸¸
            Suasana masjid terbesar di wonosobo ini masih tampak lengang, hanya segerombolan anak muda bersepeda, dan beberapa orang lalu lalang lari pagi.
            “mana teman-temannya? Kok nggak ada?”
            ”nggak tahu om, paling pada belum berangkat”
            “nggak papa si sendiri disini? Tak tinggal, om mau ke kakung3
            “iya nggak papa kok, makasih ya om”
            Aku memperhatikan motornya membawanya menghilang diujung jalan, kulihat jam digital di handphoneku sudah jam 06:00 belum ada yang berangkat, aku ditelan sunyi bersama bayu yang berhembus bisu, bungkam, dan dingin. Tiga puluh menit larut dalam kesendirian aku melihat seorang anggota WISC (Wonosobbo Islamic Student Community) tapi mungkin dia tak mengenaliku paling tidak aku memang belum terlambat. Setelah itu kulihat seorang gadis remaja menghampiriku, tentu saja aku mengenalnya, senyumku mengembang.
            “dora !”
            “mb.. udah lama ya?’
            “lumayan lah”
            Satu-persatu anak anak yang tergabung dalam WISC pun berkumpul, semakin siang rupanya cuaca samakin tak bersahabat, awan nimbo-stratus membawa gerimis kecil. Jam 07:00 tepat tak kurang sedetikpun kami berangkat ke Dieng mengendarai truk kodim 0707 (hahaha kayak kena razia)¸¸¸
            Udara mulai terasa dingin jalan pun semakin lama semakin menanjak, keadaan di dalam truk semakin memuncak, tiba-tiba hidungku terusik bau sesuatu tang tak sedap.
            “uuuuugh bau !! bau apa nie?” keluhku di dalam truk
            “ini bau belerang mbak…” ucap nafi
            “kaya telur busuk ya ……”
            Maklum terakhir kali ke dieng waktu SD kalo nggak salah kelas satu apa dua gitu.. padahal orang wonosobo ckckckckckck…
            Tak lama setelah itu truk kami berhenti, udara semakin tak bersahabat dinginn… kurapatkan sweater yang aku pinjam dari sepupuku (hehehehe), satu-persatu dari kami pun turun dari truk dan apa yang aku lihat hanya nebula dimana-mana, gerimis, dan dingin.
            Kami berteduh di sebuah gazebo (cie elaaa) naik ke atas dan kulihat kepulan asap dari tanah dak kesimpulannya itu adalah kawah !!! hmmmm kawah sikidang, kenapa dinamakan kawah sikidang??? Kaerna because kata mitos si karena kawahnya berpindah-pindah tempatnya ato lompat (toeeenk kawah gimana lompatnya? Jadi pengen liat).
            Setelah beberapa saat briving kita dipandu oleh tim pecinta alan Dieng dan bapak-bapak Perhutani, kami mulai berbaris rapi mengambil bibit dari truk (wooe yang rapi antrinya)
            Selanjutnya kami dipandu menuju lokasi penanaman,kami berjalan menyusuri bibir kawah dan rerumputan yang basah karena gerimis. Bulir-bulir air menempel pada rumput kecil membemtuk butiran mutiara bening dan itu indah!! Subhanalloh…. Setelah menancapkan beberapa pohon ke dalam lubang tanah yang telah disediakan oleh mas-mas dan bapak-bapak sejenak aku berdiri karena pegal, kurapikan jikbab cokelat yang aku pakai, dan tiba-tiba dalam sekejap nebula alias kabut-kabut yang tadimya menutupi pemandangan berangsur hilang! Ajaib!! Subhanalloh !! aku kembali bergeming, indah!! Sungguh indah cekungan yang konon berasal dari letusan gunung api strato ratusan bahkan ribuan tahun silam yang menghasilkan gunung api maar ini. Terlihat jelas panorama yang sangat terkenal dan  di sebut Dieng Plateau ini, udara sedikit menghangat dengan matahari yang berangsur-angsur menampakan wujudnya.
 narsis setelah menancapkan dua pohon ke tanah


Lembah semurup yang indah

 Briving part dua dilaksanakan di gazebo dekat lokasi kawah sikidang, atas keputusan bersama akhirnya kami menaiki bukit diatas kawah sikidang dan menuju tempat tujuan yaitu lembah semurup, entahlah seperti apa lembah itu aku tak tahu. Satu-persatu dari kami mulai menaiki bukit, terlihat kepulan asap yang semakin banyak, untuk yang kedua kalinya (setelah sekitar sebelas tahun yang lalu heehehe) aku mendekati bibir kawah sikidang, kawah paling besar diantara kawah yang lain. Subhanalloh untuk yang ke tiga kalinya aku dibuat kagum dengan mahakarya Yang Maha Kuasa ALLOH. Menciptakan kubangan air yang mendidih tanpa api dan kompor??? Aku mulai mendaki bukit kecil di atas sikidang. Terus naik naik naik dan naik. Menyusuri jalan kecil dengan tebing curam nan indah di kanan badan. Aku terengah-engah berhenti sejenak dan mengambil air yang aku bawa dari rumah, padahal dulu saat jalan 10 km setiap hari untuk mengais mozaik dunia di sebuah sekolah SMP N 2 Kaliwiro tak pernah aku merasa selelah ini, setelah itu kami menuruni semak bambu tapi kok nggak ada pandanya ya??? (ini kan di wonosobo?? Sadar donk!!) jalan semakin turun dan terus turun, tiba-tiba kakiku terhenti seakan kaku, bibirku terkunci tak mampu bicara, tubuhku gemetar, tetapi yang tak aku mengerti rasa lelehku sirna seketika. Pelan-pelan aku dapat menormalkan fungsi tubuhku dan untuk yang ke empat kalinya bibirku bergeming Subhanalloh sangat indah!!! Indah banget!!! Pelan tapi pasti kupijakan kakiku di rumput hijau muda bak permadani halus ini, aku berlari merasakan angin berbisik lembut, membisikan suara alam yang menawan. Rumput-rumput ikut menari mengikuti irama angin. Komposisi yang sangat pas, indah, dan damai. Sungguh tak pernah terpikir olehku ada tempat seindah ini di Dieng, di tengah bukit yang menjulang. Kali ini aku mengulang berkali-kali kata subhanalloh dari bbibirku. Sebuah padang rumput luas hijau dan indah yang konon bekas danau yang mengering, mungkin cekungan ini akibat letusan gunung ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu juga, vegetasi yang hidup pun tergolong tumbuhan purba seperti paku ekor kuda dan pohon paku di lereng bukit, ku coba menyapa rumput, menyentuhnya dan bersahabat dengannya, diapun mengajakku berlari, kencang dan menari bersama angin.

#poem part 13

0 komentar
Gemuruh itu tak sedikit datangnya
Seruan itu tak berhenti walau senja telah menanti
Suara penghantar nurani seolah tak habis
Sampai sang belalang berhenti mengunyah
Sampai patung kebesaran itu lumpuh
Kerelan antara panas ataupun dingin tak dihiaukannya
Turun kejalan adalah caranya
Demi kedamaian dalam benaknya yang akan terjadi
Sang belalang hanya tertawa dalam singgahsananya
Sambil mengunyah ia berucap
“aku kasih daun baru diam wahai walang sangit”


Sajak Sang Hujan


Dalam hening sajak ini kutulis
Ungkapan nada lewat kata
Entah berirama ataupun tidak
Sampai tetesan air dari ;angit mengusik keheningan hati
Teringat pula akan senyumnya
Senyum saat belum tahu itu dirimu
Nuansa segar nan alami terpancar darimu
Saat itu…
Saat hujan turun..

BUNDA
Sajak kecil untuk bunda
Kau yang duduk disana
Ditempat dimana aku penah dilahirkan
Kau yang tersenyum disana
Lembut belaianmu menghangatkan dinginnya tubuhku
Beku kaena persoalanku
Namun adanya dirimu lembutkan kebekuan ini
Dalam benaknya hanya bedoa untuk kita
Kelak menjadi yang beguna
Tak penah kutemukan sesuatu
Sesuatu yang pantas untukmu
Karena jasamu…
Ananda beikan sajak ini, bunda…
Agar bunda dan ananda adalah selamanya



kendaraan besar
Ruang itu jadi saksi kelahirannya
Ketika itu, suasana damai disekitar disekitar menyapanya
Canda tawa mengiringi kehidupannya
Bersama bocah-bocah itu
Namun, kemegahan bangunan itu tak membuatkemegahan hatinya
Suasana damai berangsu-angsur memanas
Kendaraan besar mencaplok bangunan kampong itu
Satu persatu candaan dan bocah yang menemani itu pergi
Tak kembali…
Dalam banyak kegalauannya ia bertekad
“kupertahankan tanah kelahiranku dari kemegahan bangunan itu”
-adi wibowo-

 

Alamanda Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template