Minggu, 01 Januari 2012

Menari Bersama Angin

tulisan jaman SMA
Wonosobo, 03 mei 2010
            Terdengar suara adzan menderu seantero kampung membangunkanku dari pelabuhan mimpi, meraba mencoba menemukan handphone hitamku, kuraih dan kulihat jam digital didalamnya.
            “setengah lima” ucapku lirih
            Aku bangkit dari kasur busa yang terbungkus sprei ungu bercorak bunga daisy warna warni. Lalu begegas turun ke bawah menyapa air wudhu, ratri masih menelan mentari, gelap dan pekat.
            Selesai sholat aku siapkan peralatan yang sekiranya diperlukan untuk acara nanti pagi, kuraih lagi handphone hitamku jam digital menunjuk jam 05.00, kuraih handuk hitam dan menuju kamar mandi, sepuluh menitan aku sudah selesai mandi dan segera bersolek seadanya. Lalu aku bergegas turun kebawah, minggu pagi rewang1 libur jadi bulik2 sudah sibuk di dapur, sedang om kulihat baru saja beranjak dari tidurnya, sedang kedua sepupuku sudah nongkrong di depan televisi.
            “pagi bener mb?”
            “iya bulek kumpulnya jam 6, jadi berangkatnya pagi biar nggak telat” jawabku
            “ya sudah nanti biar om yang anter, sekarang sarapan dulu”
            Kuraih piring yang sudah ada di meja. Selesai makan om sudah siap dengan sepeda motornya. Setelah berpamitan aku berangkat menembus udara pagi nan segar, ratri mulai mengalah dan melepaskan mentari, walaupun mega cumolonimbus menghalanginya menyapa dunia.
            Di seperempat jalan tiba-tiba motor berhenti.
            “ada apa om?” tanyaku
            “waduh mogok ni mbak ari, sebentar-sebentar”
            Entahlah aku sedikit was-was , setelah beberapa kali me-restart mesin akhirnya bisa nyala juga (horreee). Setelah melanjutkan perjalanan tiba-tiba om mau belok ke SMA 1. Eh ternyata tahumya kumpulnya di SMA 1, bukan di jami’, pantesan tadi nggak disuruh pake helm, lalu om memilih lewat jalan pintas, lewat perkampungan campursari, terus ke tosarirejo, melewati jalan setapak belakang SMA Muhammadiyyah, dan meluncur ke jami’.
¸¸¸
            Suasana masjid terbesar di wonosobo ini masih tampak lengang, hanya segerombolan anak muda bersepeda, dan beberapa orang lalu lalang lari pagi.
            “mana teman-temannya? Kok nggak ada?”
            ”nggak tahu om, paling pada belum berangkat”
            “nggak papa si sendiri disini? Tak tinggal, om mau ke kakung3
            “iya nggak papa kok, makasih ya om”
            Aku memperhatikan motornya membawanya menghilang diujung jalan, kulihat jam digital di handphoneku sudah jam 06:00 belum ada yang berangkat, aku ditelan sunyi bersama bayu yang berhembus bisu, bungkam, dan dingin. Tiga puluh menit larut dalam kesendirian aku melihat seorang anggota WISC (Wonosobbo Islamic Student Community) tapi mungkin dia tak mengenaliku paling tidak aku memang belum terlambat. Setelah itu kulihat seorang gadis remaja menghampiriku, tentu saja aku mengenalnya, senyumku mengembang.
            “dora !”
            “mb.. udah lama ya?’
            “lumayan lah”
            Satu-persatu anak anak yang tergabung dalam WISC pun berkumpul, semakin siang rupanya cuaca samakin tak bersahabat, awan nimbo-stratus membawa gerimis kecil. Jam 07:00 tepat tak kurang sedetikpun kami berangkat ke Dieng mengendarai truk kodim 0707 (hahaha kayak kena razia)¸¸¸
            Udara mulai terasa dingin jalan pun semakin lama semakin menanjak, keadaan di dalam truk semakin memuncak, tiba-tiba hidungku terusik bau sesuatu tang tak sedap.
            “uuuuugh bau !! bau apa nie?” keluhku di dalam truk
            “ini bau belerang mbak…” ucap nafi
            “kaya telur busuk ya ……”
            Maklum terakhir kali ke dieng waktu SD kalo nggak salah kelas satu apa dua gitu.. padahal orang wonosobo ckckckckckck…
            Tak lama setelah itu truk kami berhenti, udara semakin tak bersahabat dinginn… kurapatkan sweater yang aku pinjam dari sepupuku (hehehehe), satu-persatu dari kami pun turun dari truk dan apa yang aku lihat hanya nebula dimana-mana, gerimis, dan dingin.
            Kami berteduh di sebuah gazebo (cie elaaa) naik ke atas dan kulihat kepulan asap dari tanah dak kesimpulannya itu adalah kawah !!! hmmmm kawah sikidang, kenapa dinamakan kawah sikidang??? Kaerna because kata mitos si karena kawahnya berpindah-pindah tempatnya ato lompat (toeeenk kawah gimana lompatnya? Jadi pengen liat).
            Setelah beberapa saat briving kita dipandu oleh tim pecinta alan Dieng dan bapak-bapak Perhutani, kami mulai berbaris rapi mengambil bibit dari truk (wooe yang rapi antrinya)
            Selanjutnya kami dipandu menuju lokasi penanaman,kami berjalan menyusuri bibir kawah dan rerumputan yang basah karena gerimis. Bulir-bulir air menempel pada rumput kecil membemtuk butiran mutiara bening dan itu indah!! Subhanalloh…. Setelah menancapkan beberapa pohon ke dalam lubang tanah yang telah disediakan oleh mas-mas dan bapak-bapak sejenak aku berdiri karena pegal, kurapikan jikbab cokelat yang aku pakai, dan tiba-tiba dalam sekejap nebula alias kabut-kabut yang tadimya menutupi pemandangan berangsur hilang! Ajaib!! Subhanalloh !! aku kembali bergeming, indah!! Sungguh indah cekungan yang konon berasal dari letusan gunung api strato ratusan bahkan ribuan tahun silam yang menghasilkan gunung api maar ini. Terlihat jelas panorama yang sangat terkenal dan  di sebut Dieng Plateau ini, udara sedikit menghangat dengan matahari yang berangsur-angsur menampakan wujudnya.
 narsis setelah menancapkan dua pohon ke tanah


Lembah semurup yang indah

 Briving part dua dilaksanakan di gazebo dekat lokasi kawah sikidang, atas keputusan bersama akhirnya kami menaiki bukit diatas kawah sikidang dan menuju tempat tujuan yaitu lembah semurup, entahlah seperti apa lembah itu aku tak tahu. Satu-persatu dari kami mulai menaiki bukit, terlihat kepulan asap yang semakin banyak, untuk yang kedua kalinya (setelah sekitar sebelas tahun yang lalu heehehe) aku mendekati bibir kawah sikidang, kawah paling besar diantara kawah yang lain. Subhanalloh untuk yang ke tiga kalinya aku dibuat kagum dengan mahakarya Yang Maha Kuasa ALLOH. Menciptakan kubangan air yang mendidih tanpa api dan kompor??? Aku mulai mendaki bukit kecil di atas sikidang. Terus naik naik naik dan naik. Menyusuri jalan kecil dengan tebing curam nan indah di kanan badan. Aku terengah-engah berhenti sejenak dan mengambil air yang aku bawa dari rumah, padahal dulu saat jalan 10 km setiap hari untuk mengais mozaik dunia di sebuah sekolah SMP N 2 Kaliwiro tak pernah aku merasa selelah ini, setelah itu kami menuruni semak bambu tapi kok nggak ada pandanya ya??? (ini kan di wonosobo?? Sadar donk!!) jalan semakin turun dan terus turun, tiba-tiba kakiku terhenti seakan kaku, bibirku terkunci tak mampu bicara, tubuhku gemetar, tetapi yang tak aku mengerti rasa lelehku sirna seketika. Pelan-pelan aku dapat menormalkan fungsi tubuhku dan untuk yang ke empat kalinya bibirku bergeming Subhanalloh sangat indah!!! Indah banget!!! Pelan tapi pasti kupijakan kakiku di rumput hijau muda bak permadani halus ini, aku berlari merasakan angin berbisik lembut, membisikan suara alam yang menawan. Rumput-rumput ikut menari mengikuti irama angin. Komposisi yang sangat pas, indah, dan damai. Sungguh tak pernah terpikir olehku ada tempat seindah ini di Dieng, di tengah bukit yang menjulang. Kali ini aku mengulang berkali-kali kata subhanalloh dari bbibirku. Sebuah padang rumput luas hijau dan indah yang konon bekas danau yang mengering, mungkin cekungan ini akibat letusan gunung ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu juga, vegetasi yang hidup pun tergolong tumbuhan purba seperti paku ekor kuda dan pohon paku di lereng bukit, ku coba menyapa rumput, menyentuhnya dan bersahabat dengannya, diapun mengajakku berlari, kencang dan menari bersama angin.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Alamanda Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template